Sunday, May 15, 2011

TANTANGAN DAN SOLUSI HUBUNGAN DENGAN MALAYSIA

Latar belakang
Konfrontasi Indonesia-Malaysia atau yang lebih dikenal sebagai konfrontasi saja adalah sebuah perang mengenai masa depan pulau Kalimantan, antra Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962-1966. Perang ini berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei Darussalam, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961. Keinginan itu ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai “boneka” Inggris.
Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan Indonesia, sehingga dapat mengancam kemerdekaan bangsa Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan bahwa kawasan itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.
Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada tanggal 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan kepada Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada tanggal 16 Desember, Komando Timur Jauh Inggris ( British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi, dan pada tanggal 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan pun berakhir.

Awal Mula Ketegangan
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Malaysia apabila mayoritas di daerah yang memberontak memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada tanggal 16 September , sebelum hasil pemilihan dilaporkan Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri tanpa tempat untuk campur tangan orang luar. Tetapi, pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai perjanjian yang dilanggar dan sebagai bukti imperialisme Inggris.
Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman (Perdana Menteri Malaysia saat itu) dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak. Soekarno yang marah karena hal itu mengutuk tindakan Tunku Abdul Rahman yang menginjak lambang negara Indonesia. Soekarno ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang dikenal dengan nama Ganyang Malaysia.

Permusuhan dengan Malaysia
Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia, Soebandrio, mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada tanggal 12 April, sukarelawan Indonesia (seperti pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1963 disebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:
Ø  Pertinggi pertahanan revolusi Indonesia,
Ø  Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia.
Pada tanggal 27 Juli, Soekarno mengumumkan bahwa dia akan meng-“ganyang Malaysia”. Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.
Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, akan tetapi mereka telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. Federasi Malaysia resmi dibentuk pada tanggal 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.
Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Pada bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengkoordinir kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudin berubah menjadi Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga.
Pada bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata di perbatasan juga meningkat. Tentara Laut DiRaja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentara Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Pada tanggal 17 Agustus, pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada tanggal 29 Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor- Malaka dan ditangkap oleh pasukan  Resimen Askar Melayu DiRaja dan Selandia Baru.
Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap, Soekarno menarik Indonesia dari PBB tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Conference of New Emerging Force, Conefo (Konferensi Kekuatan Baru) sebagai alternatif. Soekarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (Games of the New Emerging Force)yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada tanggal 10-22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlit dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.
Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 Resimen Kerajaan Australia dan Resimen Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris dan Australia tidak dapat mengikuti penyerangan melalui perbatasan Indonesia. Tetapi unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia.
Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai mnggunakan pasukan resminya. Pada tanggal 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan dengan Resimen Askar Melayu DiRaja dan Kepolisian North Borneo Armed Constabulary. Pada tanggal 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Sampurna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Pasukan Indonesia mundur dan tidak pernah menginjakkan kaki lagi di bumi Malaysia. Peristiwa ini dikenal dengan “Pengepungan 68 Hari” oleh warga Malaysia.
Menjelang akhir tahun 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI.. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda. Pada tanggal 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir pada bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada tanggal 11 Agustus dan diresmikan dua haru kemudian.
Akibat dari konfrontasi ini adalah Presiden Soekarno menjadi dekat dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan terhadap Petinggi Angkatan Darat.

Hubungan Indonesia dengan Malaysia
Hubungan antara Indonesia dan Malaysia beberapa kali mengalami pasang surut. Pada tahun 1963, terjadi konfrontasi antara kedua belah pihak. Hubungan antara Indonesia dan Malaysia sempat memburuk pada tahun 2002 ketika kepulauan Sipadan dan Ligitan di klaim oleh Malaysia sebagai wilayah mereka, dan berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional (MI) di Deen Haag, Belanda bahwa Sipadan dan Ligitan merupakan wilayah Malaysia. Sipadan dan Ligitan merupakan pulau kecil di perairan dekat kawasan pantai negara bagian Sabah dan Popinsi Kalimantan Timur, yang diklaim oleh dua negara sehingga menimbulkan persengketaan yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Sipadan dan Ligitan menjadi ganjalan kecil dalam hubungan sejak tahun 1969 ketika kedua negara mengajukan klaim atas kedua pulau itu. Kedua negara tahun 1997 sepakat untuk menyelesaikan sengketa wilayah itu di MI setelah gagal melakukan negosiasi bilateral.
Pada Oktober 2007 terjadi konflik akan lagu Rasa Sayang-Sayange dikarenakan lagu ini digunakan oleh Departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar Oktober 2007. Sementara Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor mengatakan bahwa lagu Rasa Sayang-Sayange merupakan lagu Kepulauan Nusantara ( Malay archipelago). Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu “Rasa Sayange” adalah milik Indonesia, karena merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di propinsi Maluku sejak dahulu, sehingga klaim Malaysia dinilai sangat mengada-ada. Gubernur berusaha mengumpulkan bukti otentik bahwa lagu tersebut milik rakyat Maluku, dan setelah itu akan diberikan kepada Departemen Pariwisata Malaysia. Menteri Pariwisata Malaysia menyatakan bahwa rakyat Indonesia tidak bisa membuktikan bahwa lagu “Rasa Sayange” merupakan lagu rakyat Indonesia.
Solusi Masalah dengan Negara Jiran
Pemerintah Malaysia menawarkan solusi damai kepada Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan perselisihan di Blok Ambalat. Keinginan tersebut disampaikan Menteri Pertahanan (Menhan) Malaysia Datuk Seri Ahmad Zahid bin Hamidi saat menemui Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X di Yogyakarta. Menhan Malaysia mengatakan, Indonesia adalah saudara yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan Malaysia. Kedekatan ini akan mempermudah penyelesaian berbagai masalah yang terjadi antar kedua negara. Dia mengilustrasikan, apa pun perseteruan yang terjadi, kedua negara memiliki kultur dan sejarah yang sama. “Darah lebih pekat daripada air”. Dia berharap, dalam pembicaraan tersebut ada kesepahaman di bidang pertahanan masing-masing guna meredam situasi yang semakin hari semakin memanas.
Sejauh mana Eminent Person Group mampu memberikan solusi untuk penyelesaian konflik kedua negara. Hubungan bilateral kedua negara memiliki makna strategis tidak hanya bagi negara-negara lain di lingkungan ASEAN, ASIA, dan negara-negara lain di dunia. Yang tidak kalah penting pula perwakilan Indonesia harus mampu menjaga integritas kedaulatan dan integritas Bangsa Indonesia. Harga diri dan martabat bangsa harus pula ditegakkan.
KESIMPULAN
Pemerintah Malaysia menawarkan solusi damai kepada Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan perselisihan di Blok Ambalat. Keinginan tersebut disampaikan Menteri Pertahanan (Menhan) Malaysia Datuk Seri Ahmad Zahid bin Hamidi saat menemui Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X di Yogyakarta. Menhan Malaysia mengatakan, Indonesia adalah saudara yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan Malaysia. Kedekatan ini akan mempermudah penyelesaian berbagai masalah yang terjadi antar kedua negara. Dia mengilustrasikan, apa pun perseteruan yang terjadi, kedua negara memiliki kultur dan sejarah yang sama. “Darah lebih pekat daripada air”. Dia berharap, dalam pembicaraan tersebut ada kesepahaman di bidang pertahanan masing-masing guna meredam situasi yang semakin hari semakin memanas
DAFTAR PUSTAKA
Easter, D.2004. Britain and the Confrontation with Indonesia, 1961-1965. London: I. B. Tauris
Jones, M. 2002. Confict and Confrontation in South East Asia, 1961-1965: Britain, the United States and the Creation of Malaysia. Cambridge: Cambridge University Press
Mackie, J. A. C. 1974. Konfrontasia: the Indonesia-Malaysia Dispute 1963-1966. Kulala Lumpur: Oxford University Press
Subritzky, J. 2000. Confronting Sukarno: British, American, Australian and New Zealand Diplomacy in the Malaysian-Indonesian Confrontation, 1961-1965.  London: Palgrave
Hall, D. G. E. 1988. Sejarah Asia Tenggara (disunting M. Habib Mustopo). Surabaya: Usaha Nasional

Penggalan kecil dari Cina

“Munculnya Tokoh Filsafat Cina”
(Kong Fu Tse)
Kisah-kisah Kong Fu Tse, seorang tokoh revolusioner cina banyak ditulis dengan nama dan penulisan yang berbeda. Ada yang menuliskan Kung Fu Tzu, Kong Fuzi, penulis disini menggunakan nama Kong Fu tse yang sesuai dengan keyakinan penulis. Dan penulis hanya akan membahas seorang tokoh yang mempunyai pengaruh dan dampak yang nyata dalam kehidupan Cina waktu itu, ia adalah Kong Fu Tse. Nama Kong Fu Tse adalah nama dalam bahasa Tionghoa, sedangkan orang menyebutnya Konfusius. Hambatan utama dalam mempelajari riwayat hidup Konfusius adalah banyaknya tradisi lisan serta dongeng yang menyelubungi riwayat kehidupannya.
Kong Fu Tse dilahirkan pada tahun 551 BC di daerah Lu, provinsi Shantung. Lu adalah negeri kecil yang berpemerintahan baik dan teratur dengan Chu-fu sebagai pusatnya. Sejak kecil Kong Fu Tse senang bermain upacara-upacaranan, seakan-akan ia turut berkorban. Ketika ia berumur 17 tahun, ia telah menjadi pegawai penilik pekerja kebun umum dan lumbung. Pada umur 22 tahun, pekerjaan ditinggalkan dan mulai pekerjaan baru yakni mengajar. Sebelum Konfusius yang berhak menerima pelajaran hanyalah anak pendeta dan anak-anak bangsawan, maka pada masa itu siapa saja diperbolehkan. Selain mengajarkan pelajaran-pelajaran yang bersifat tradisional seperti menulis, berhitung, musik, upacara keagamaan, juga mengajarkan ilmu politik.[1]
Kong Fu Tse juga pernah memegang jabatan penting dalam pemerintahan di masanya. Dalam memegang jabatan pemerintahan, ia sangatlah arif dan bijaksana, sehingga selalu mendapatkan promosi jabatan. Konfusius pernah menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Komisaris Polisi untuk menjaga ketertiban dan keamanan serta Menteri Kehakiman. Sesudah mengundurkan diri dari jabatan pemerintahan, Konfusius lebih banyak berdiam di rumah untuk menerbitkan Kitab tentang puisi atau kitab sajak (The Book of Poetry), menggubah musik, dan menyusun tata krama kuno, termasuk menuliskan Kitab Sejarah Musim Semi dan Musim Rontok. Meskipun demikian, para ahli menganggap kitab-kitab tersebut sebagai asli berasal dari Konfusius.[2]
Ajarannya biasa disebut Ju Chia (Kung Chia), orang banyak, menyebut Konfusianisme. Pokok-pokok ajarannya terletak pada Li, Ren, dan I. jika manusia atau masyarakat telah memegang teguh Li, Ren, dan I, maka dunia akan damai. Apa itu Li, Ren, dan I? Li adalah adat istiadat, menurut Kon Fu Tse, ini harus dipegang teguh dahulu supaya masyarakat tenang. Sesuai dengan ajaran Li, maka orang harus mengetahui dirinya dan menempatkan diri pada tempatnya. Kong Fu Tse berpendapat bahwa manusia pada dasarnya baik, hanya karena nafsu-nafsu maka muncul perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Oleh karena itu penting untuk mengendalikan hawa nafsu agar jangan menimbulkan perbuatan jahat. Maka jika masyarakat memegang teguh Li, dengan sendirinya kejahatan dan keburukan tidak akan terjadi. Ren yakni perikemanusiaan; dan I adalah perikeadilan. Menurut Kong Fu Tse jika masyarakat memegang teguh Ren dan I, maka  masyarakat akan hidup tentram dan sejahtera. Ini semua merupakan usaha Kong Fu Tse untuk menghentikan peperangan.[3]
Peninggalan Konfusius
Pada zaman konfusius telah diletakkan dasar kasusasteraan Cina. Dasr ini dinamakan “Lima Klasik” dan “ Empat Buku”. Yang dimaksud dengan Lima Klasik yaitu:
a.       Shu Ching (Kitab Sejarah), disusun oleh Konfusius, bahannya diambil dari upacara-upacara tertulis dari raja-raja terdahulu.
b.      Shih Ching (Kitab Syair),  memuat nyanyian-nyanyian dan sajak-sajak yang dikumpulkan oleh Konfusius.
c.       I Ching (Kitab Perubahan) yang berisi  tentang ilmu filsafat.
d.      Li Chi (Kitab Adat), yang berisi tentang adat istiadat masyarakat Cina.
e.       Ch,un Ch,in (Catatan musim semi dan musim rontok), berisi sejarah kerajaan daerah Lu. Buku ini dianggap sebagai buah tangan Konfusius.
Kelima kitab tersebut di atas dipandang suci oleh Konfusius. Sedangkan yang dimaksud dengan “Empat Buku” ialah:
a.       Lun Yu, yang berisi tentang pemikiran-pemikiran Konfusius.
b.      Meng Tze, yang membentangkan tentang masalah-masalah kebujaksanaan. Meng Tze (372-289 SM) merupakan tokoh konfusius yang lainnya dan mebuahkan satu kitab dengan judul namanya sendiri.
c.       Ta Hsueh (Ajaran Besar), yang membentangkan tentang etika/kesusilaan.
d.      Chung Yung, yang berisi tentang penuturan hal-hal yang sama dengan Ajaran Besar.
Pengajaran konfusius banyak ditentang oleh kaum bangsawan dan pendeta, sebab memberikan pelajaran kepada setiap orang. Sebelumnya pengajaran menjadi monopoli kaum Brahmana/pendeta. Ada yang mengatakan bahwa Kong Fu Tse orang kolot, karena menyiapkan para pemuda untuk kehidupan feodal; namun umum mengatakan bahwa Kong Fu Tse adalah orang revolusioner karena mau memperhatikan rakyat dan demi rakyat ia mau mengajar ke daerah-daerah. Setelah Kong Fu Tse meninggal, ajarannya dilanjutkan oleh murid-muridnya seperti Hsien Tzu dan Meng Tze.[4] Konfusius wafat pada tahun 472 SM dalam usia 73 tahun. Menurut Kitab Shiji (Catatan Sejarah) karya Sima Qian, dijelaskan bahwa 72 muridnya menguasai enam jenis seni, demikian juga terdapat lebih 3000 orang yang mengaku sebagai pengikut Konfusianisme waktu itu.[5]
Dari semua penjelasan diatas, kita menjadi tahu bahwa ajaran konfusius mengajarkan tentang kehidupan yang awalnya dimulai pada diri sendiri terlebih dahulu. Dan kemudian menerapkannya pada kehidupan yang sifatnya menyeluruh dan umum. Dalam arti lain yaitu, kita dituntut untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi dan mengerti diri kita sendiri dan kemudian menerapkan di dunia luar. Ajaran-ajaran konfusius sampai sekarang masih dipelajari dan ditelaah karena melihat Cina merupakan suatu peradaban yang tertua di Asia.

[1] Leo Agung, Sejarah Asia Timur, (Solo: UNS Press, 2008)
[2] Ivan Taniputra, History of China, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008)
[3] Op cit, hlm: 14.
[4] Leo Agung,….hlm: 14.
[5] Ivan Taniputra,….hlm: 101